Wednesday, February 25, 2015

:(

I dont sit around and envying other people world, i just keep questioning myself these days.

Tuesday, February 24, 2015

The End

Berawal dari mangkir sehari dua hari, berujung mandek sama sekali. Akhirnya, jadi mikir- mikir menelaah, menimbang dan mengingat -ala pak beye-, hingga memutuskan untuk mundur dan udahan aja dari 30 hari menulis itu tu.

Sekian dan terima kasih.

Btw, so crowded inside here.
머리, 마음, 복잡해. 살려줘.

Sunday, February 22, 2015

day 24: I am fine

Jadi, Tuhan punya cara buat ngasi tau, ini loh solusi pikiran ruwetmu, pertanyaan ga pentingmu.
Beberapa hari belakangan, pegangan agak goyah. Hatinya goyang- goyang, yang berefek isi kepala dan pikiran kocar kacir ga karuan.
Mana bisa mikir jernih kalo udah berenang di tempat butek. Lumpurnya naek semua lantaran goyang. Nyari titik terangnya aja sulit, ketutupan terus. Doh, terus dikasi liat, dengarlah penerangan itu.
Ini dialog dari Castle gatau episode berapa kemaren, katanya
" jangan tukar sesuatu yang nyata, dengan hal yang ga nyata".

It hits me.

Lalu penguatan.
Jangan cuma liat jeleknya mulu, ikhlas aja soal yg kurangnya. Nanti lebihnya bakal banyak keliatan kalo udah ikhlas. Iya.
Beneran iya, bukan iyain aja biar cepet.

Now, im fine :)

Kemarin itu, bisa dibilang efek cerita impian sejuta gadis sama hormon saja.

Im fine.
다행이다

Saturday, February 21, 2015

Day 23: The Point

"You all deserve who isnt embarrassed to love you and tells all their friends about you and saves your selfies, good or bad,to look at when they miss you and to loses sleep to talk to you."


Nanti, kalau kita udah tua, kalau wajah rupawan itu udah ga ada, masih tetapkah sanggup bertahan sama- sama?
Masih ada feromon, endorfin dan serotonin yang bersenyawa jadi cinta?

Nanti, kalau aku tak sekurus ini lagi, keriput dengan usia yang tambah banyak, masih samakah perasaannya?
Kata orang, cinta itu bisa hilang. Memudar, bahkan dalam beberapa tahun aja. Yang bertahan bersama sampai ajal itu lalu apa?
Mereka punya kasih sayang, saling membutuhkan, empati juga komunikasi.
Bisakah kita kaya gitu?


Mungkin, akunya yang ga mahir ngungkapin perasaan dalam rangkaian kata. Karena poinku, seringnya tak sampai.
Jadi, bisakah bersama sampai ajal, saat kembang api cinta usai, karena komunikasi saja aku tak bisa.
Frustasi saat orang lain ga dapat poinnya.

What should i do?
*joget

Thursday, February 19, 2015

Day21 : For My Own Sake

Ha, i skipped like 5 days?
If im not mistaken, hari ini udah hari ke 21 ya untuk even tulis menulis itu.
Jadi, melewatkan beberapa hari karena di kantor ga sempat curi waktu. Jam makan siang, pingin makan siang dengan tenang. Bener- bener istirahat. Sampe rumah sore, capek. Malam, entah kenapa ngantuk ga ketolongan. Well, excuses here and there.
Whatever. Mungkin komitmen hanya tinggal komitmen.
Wont push my self that hard. Mungkin nanti nyesal ga serius. Tapi, i need to stay sane. Mimpi dikejar, kenyataan berkata lain? Gimana?

Yang ada, seadanya aja. Ga ngehe kejar- kejaran lagi deh.
So, myself, i love you, love us. In good or bad mood, in happy lovey dovey or teary sad version of me.
Yeah, kalo ga sayang sama diri sendiri, then nobody will.

Yang ada, nikmati. Yang belum ada, ga usah ambil pusing aja. Yang mau dicapai, kejar, tapi jangan sampai ga menikmati yang ada. Ingat, ya?
So, lets eat, worry, shop, pray, hope, enjoy me- time, watch movie, sleep well, read, travel and stay healthy, Ireane.
Entertain your life.



And, btw, Matt Bomer or Paul Walker are my version of Mr. Grey *grin
But, Jamie Dornan is ok lah.


Tuesday, February 17, 2015

Day 19: Kak Mah

Kak Mah, aku kenal Kak Mah dulunya cuma dari cerita- cerita mama. Kak Mah kerja di kantor mama sebagai cleaning service.
Sekarang, setelah aku kerja di kantor mama, baru aku tau Kak Mah itu yang mana.

Yang aku tau, Kak Mah punya seorang putri, yang taun ini akan masuk SMP. Suami Kak Mah bertahun- tahun yang lalu sakit, sehingga sekarang harus duduk di kursi roda, dan tak bisa bicara. Jadi, Kak Mah lah tulang punggung keluarga.

Tiap hari, saat Kak Mah bekerja, Kak Mah juga bawa suaminya. Selagi Kak Mah kerja, suaminya Kak Mah tempatkan di teras kantor, tepat menghadap televisi pada ruangan di depannya. Kata Kak Mah, supaya suaminya ada hiburan selagi menunggu.

Siangnya, kalau putri Kak Mah sudah pulang sekolah, ia akan datang ke tempat ibunya kerja. Meletakkan tas di ruang penyimpanan, tempat Kak Mah menyimpan sapu, ember dan pel, peralatan kerjanya. Lalu, ia akan duduk di kursi tunggu, di sebelah kursi roda ayahnya.

Siang ini, aku melihat Kak Mah sedang berjalan di koridor yang sepi. Jalannya Kak Mah agak payah. Mungkin kakinya sakit, atau lelah. Kalau aku perhatikan wajahnya yang penuh kesederhanaan, Kak Mah sudah tidak muda. Kaki itu mulai lelah dimakan usia dan perjuangan.

Aku tak bisa bayangkan, bagaimana bila badan Kak Mah sudah kelelahan berjuang? Ada anak dan suami yang akan kehilangan. Kak Mah masih dibutuhkan.
Doaku, semoga Kak Mah sehat selalu.

Saturday, February 14, 2015

14 Februari

Engga, biarpun judulnya 14 Februari, ga bakal cerita valentine disini. Karena bukan jamaah valentine-iyah (maksa). Tiap taun tetep beli kado,makan cake pas tanggal 14 feb, tapi dalam rangka ulang taun papa. Happy birthday Papa. Wuf yu. Wish dan doanya udah langsung disampaikan sama yang bisa ngabulinnya.

Ini ceritanya mau nyeritain soal hari ini aja sih. Tadi malah awal- awalnya mau ngedumel soal isi kepala yang bertanya- tanya. Cuma kepotong solat magrib, kepotong conello red velvet, yang belinya gara- gara ngidam red velvet cake dan ngarep es krimnya berasa serupa cakenya. Jauh dari ekspekstasi rupanya. Eneg. Jadilah feel bertanya- tanyanya jd berkurang.
Kepikiran aja, belakangan ya, kenapa sih banyak banget kata " terserah" itu keluar kalau ditanya mau kemana? Iya sih, ga salah satu pihak aja. Dua- duanya suka jawab gitu. Aku sih coba kurang- kurangin, nyoba kasih alternatif daripada kasih kata "terserah" sekali-kali.
That's okay lah. No big deal.

Tapi, kenapa ya, belakangan sering ga banyak ngomong? Akunya ngomooong terus, dianya diem aja. Apa males ngomong, apa males dengerin aku ngomong? Apa lagi ga mood ngomong? Cuma pengen diem- diem aja liat- liatan? Kalo iya, bilang. Kasih tau. So, i will shut my mouth.
Kadang, kaya lagi sibuk sama pikiran sendiri dianya. Akunya ngoceeh terus. Lagi ada masalah apa ya? Bagi. Ga bisa bagi? Ga apa, but at least tell me. "Hey, aku lagi ada masalah, kepikiran sesuatu, diem dulu ya. Ntar ngomong lagi" gitu.
 Jadi, aku ga ngoceh sendiri.

Ga bikin drama, ga mau juga. Cuma, sayang aja kan. Ketemunya jarang sekarang. Tapi, mungkin cara menikmati pertemuannya yang beda kah? Aku pengennya bagi, dia maunya liat aja, diam tenang?
Kasih tau, jadi aku ga spekulasi sendiri.

Dipikir- pikir. Emang sekarang dia lebih diem daripada dulu, waktu masih jadi pejuang restu. Sekarang udah adem, apa terasa ga menantang lagi?
Auk deh.
Mungkin dianya berubah pasif. Mungkin dia bosen. Mungkin akunya yang kek kek sensitif. Mungkin aku banyak nuntut (?).
Fyuh.

Btw, oot, makin lama rombak kamarnya direalisasikan, makin berubah aja idenya. Dari awalnya wall deco, washi tape, sampe akhirnya sekayak polos aja biar ga rame. Soalnya mau pake light curtain.
Budget oh budget.

Friday, February 13, 2015

Day 15: Masih untuk Mary Jane

Mary Jane,
Menurut ramalan cuaca, hari ini akan hujan. Dan berangin. Kalau kau keluar rumah, pakailah payung. Kemarin, ku lihat kau berjalan tenang pulang ke asrama dalam gerimis.

Aku, dibelakangmu. Berjalan dilindungi payung hitam milikku, yang ingin sekali ku berikan padamu.
Dalam diammu, tiap langkahku, aku ragu, haruskah kau aku panggil? Haruskah kau ku ajak bicara? Bagaimana kalau suara yang ku keluarkan nanti bergetar saat aku bicara padamu?

Jadi, aku yang terlalu takut ini, menelan saja semuanya. Aku jalan menundukkan kepala, dengan payung hitam ku genggam. Aku menunduk, tak ingin melihatmu basah. Sementara aku berpayung. Nyaliku terbang dibawa angin kencang pulau ini.


Hari ini akan hujan lagi.
Ku harap, kau sudah membawa payung hari ini, Mary Jane. Tadinya aku berpikir untuk membeli sebuah payung hitam berbunga biru di minimarket belakang asrama. Lalu payung itu akan ku letakkan di depan pintu kamarmu. Atau dalam kotak surat depan asrama.

Payung hitam bunga biru sudah ku genggam. Aku konyol, senyum puas sendirian. Lalu aku teringat, aku tak bisa masuk ke asrama perempuan. Pintu utamanya saja tak akan mau terbuka. Dan kotak surat? Nomor kamar asramamu saja aku tak tau.
Harusnya tadi aku memanggilmu. Harusnya tadi aku bicara padamu. Jadi aku bisa mengingatkanmu untuk membeli payung. Jadi, besok kau tak akan kehujanan, walau cuma gerimis.
Harusnya, aku lebih bernyali tadi, ah.

Mary Jane, mudah- mudahan gerimis tadi tak membuatmu flu.

Dari,
Lantai 3, B306

Thursday, February 12, 2015

Day 14: Gadis Filipina

MJ!
Benarkah? Benar yang ku dengar itu? Kenapa harus dia? Kenapa harus Jey?

Mary Jane, gadis Filipinaku, kenapa kau harus minum sebanyak itu, lalu mabuk. Lalu menyambar dia, untuk kau peluk, hendak kau cium.

Kurang lebih, begitulah yang kudengar dari teman sekelasku. Mereka berbisik- bisik membicarakanmu. Aku tak suka. Aku tak suka mereka bergosip soal kau, MJ. Aku lebih tak suka lagi, kalau ternyata yang mereka bicarakan itu benar.
Itu tak benar kan? Kau hanya terlalu mabuk, menegak soju terlalu banyak. Hingga kau berlaku di luar kontrolmu, benar kan?
Kau tak benar- benar tertarik pada Jey kan? Aku rasa, kau hanya sedang rindu rumah. Jadi Jey yang kau pilih, di alam bawah sadarmu. Jey, teman joggingku. Jey, karena ia dari Filipina. Tempat yang sama denganmu, yang mengingatkanmu pada rumah. Ya, kan? Benar kan?

Aku tak bisa memejam, Mary Jane. Yang mereka katakan, terbayang di kelopak mataku.

Dari aku yang tak bisa tidur.

Wednesday, February 11, 2015

Day 13: Dari Gedung Asrama Laki- Laki

Dear, Mary Jane

Kau belum tidur? Kau sedang apa tadi di luar sana?
Aku melihatmu secara tak sengaja. Atau alam semesta sengaja membuatku berdiri di depan jendela kamar, sehingga aku melihatmu, dibawah sana.

Kau tau, lampu jalannya tidak terlalu terang, jadi tak jelas kelihatan siapapun yang berjalan 3 lantai di bawah sana itu. Tapi hatiku, atau mataku, atau otakku, entahlah yang mana, semua mendadak sok tau. Sosok mungil berjaket biru dibawah sana itu kau, Mary Jane.

Aku membeku, sampai beberapa detik kemudian otakku baru berpikir benar. Hei, aku 3 lantai jauhnya darimu, kau tak melihatku. Buat apa tegang membeku. Silly me, MJ.

Apa yang kau bawa itu? Plastik putih di tangan. Kulihat kau datang dari arah minimarket 24 jam di belakang asrama. Asumsiku, lagi- lagi sok tau, mungkin kau lapar menjelang tengah malam?

Ah, aku jadi ingat, apa kau sudah beradaptasi dengan makanan di sini? Sudahkah? Belum kah?
Apa kau rindu masakan rumah?

Kalau aku, aku rindu hari Senin, jadi aku bisa melihatmu tiap jam istirahat tiba.

Salam,
Dari gedung asrama laki- laki


Tuesday, February 10, 2015

Day 12: Americano ditanganmu

Dear Mary Jane,

Hari ini kau pakai sweater merah jambu, kau lewat didepanku saat aku sedang menghabiskan waktu istirahat. Tanganmu memegang gelas kertas, dari aromanya kurasa itu kopi. Mungkin, americano?
Aku ingin tau, apa minuman kesukaanmu.

Semoga kopi di gelas kertasmu, bisa menghangatkanmu dari cuaca sisa musim dingin diluar sana. Entah mengapa, tapi aku ingin menjadi americano di tanganmu itu. Membantumu beradaptasi dari cuaca beku, yang mungkin tak pernah kau rasakan di tanah airmu sana.

Mary Jane,
Maafkan aku yang meracau, dengan kata- kata yang tak jelas. Aku hanya harus mengeluarkannya, karena rasanya dadaku akan meledak, tiap saat kau lewat.

Salam,
Dari kelas sebelah

Monday, February 9, 2015

Day 11: Cemas

Perempuan yang sedang cemas,
Bersabarlah..coba kuatlah...ya?

Jangan suka meneteskan air mata, nanti paginya susah,
Mata sembab pergi kerja?
Bukan penampilan yang bagus.

Perempuan yang sedang cemas,
Berdirilah sendiri, jangan bebankan pada orang lain.
Bahkan isi hatimu bisa jadi beban. Tegaklah.

Isi kepalamu kesana kemari,  wajah kuyu,
Kau cemas soal ibu, kau cemas soal dirimu, kau cemas akan banyak hal.
Cemas itu menggerogoti, katanya.

Biarkan saja, cemaslah sampai kau puas, sampai lelah, sampai muak sampai pasrah, kataku.

Sampai pasrah...

Sunday, February 8, 2015

Day 10: Mary Jane, Hari Berhujan

Dear Mary Jane...
atau MJ, seperti yang biasa teman- temanmu panggil.

Kita baru bertemu seminggu yang lalu, di koridor. Aku sedang menghabiskan waktu istirahat yang hanya sebentar itu, meneguk air dari gelas kertas. Pelan- pelan ku biarkan air dingin melewati tenggorokanku. Jendela besar memperlihatkan hujan di luar sana.

Di penghujung musim dingin, di awal musim semi, di hari berhujan. Aku merapatkan sweater ku. Koridor tanpa penghangat.

Mary Jane, kau melewati ku. Hanya menoleh sekilas saja padaku. Akupun begitu. Kurasa, itu kali pertama kita bertemu.
Tinggimu hanya sedadaku, rambut hitam sebahu. Jaket baseball abu- abu, celana kulit hitam.

Kau menghilang masuk ke salah satu pintu di depanku. Aku membuang gelas kertas, mengikuti jejakmu, masuk ke pintu disebelahnya.

Hari berhujan ini, saat aku bertemu Mary Jane, aku tandai dalam memoriku.

Salam dari kelas sebelah

Saturday, February 7, 2015

Day 9: Salam Salut

Kepada para penulis,

Novel komedi sampai misteri,penulis buku best seller ataupun penulis blog. Kalian semua, aku suka. Tulisan rapi, ngena dan mengajak aku jalan- jalan ke tempat berbeda.

Doakan aku yang tulisannya masih seperti remah- remah biskuit di dasar toples, bisa mewujudkan impian.

Kalian semua, aku suka.
Mampu mengalihkan aku, pikiranku, aku sampai tenggelam kalau sedang baca buku. Salah satu liburan favoritku.Day

Salam salut

Friday, February 6, 2015

Day 8: Pemberi

Aku kesulitan, aku minta jalan keluar padaMu. Kau kabulkan, tepat seperti yang ku minta. Aku bilang, rejeki anak soleh.

Duh, aku jadi malu, padahal aku kurang nurut padaMu. Aku benar- benar kurang...

Tiap pikiranku melayang dalam kalut, Kau perlihatkan hal- hal yang menguatkan.

Kadang aku segan, aku minta ini itu selalu. Aku banyak maunya, ya.
Tapi, kataMu, tak ada garampun, mintalah padaMu...
Terima kasih, bukan kata yang cukup mewakili semuanya. Aku tau.

Thursday, February 5, 2015

Day 7: My Nunung

We're watching American Idol, nongol satu peserta cowok.
Adek: Kak, itu cowok geek yang ganteng.
Me: Eh iya, cakep.
Adek: Umurnya 16 tapi....
Me: omaigat! Aku merasa tante- tante 😂😂😂

Itu cuma salah satu, bukan, secuil dari banyaknya percakapan kita tiap hari. Biarpun adek sering ngeselin, tapi adek juga menghibur, sekaligus.
Adek itu kaya Nunung Srimulat, lucu kebangetan. Gaya ngomong yang kaya anak salah makan obat, cadel sok imut ga jelas. Segala jenis impersonasi yang adek mau aja lakuin kalo diminta, benar- benar obat jiwa. Nganeh, tapi lucu.

Adek emang suka nyebelin, ngeselin, ngga bisa dibilangin. Tapi, benar- benar bersyukur, bisa cerita dan akur. Kaya orang- orang yang liat kita sering bilang, "kakak adiknya akur ya, kaya temenan".

Buat orang yang ga suka sama dunia sosial, mood-an soal mingling sama orang, adek itu jadi tempat cerita, sampe kakaknya ini tambah malas nyari teman curhat lain. Kalau ada yang dekat, ngapain capek- capek percaya sama orang lain? Efisien.
Jadi, adek, jatah preman gaji pertama kakak udah adek dapat kan? Walaupun tetap adek neror minta beli lip tint.

Adek yang ceria, kurang- kurangin bandelnya ya

Dari:
 kakakmu satu- satunya




Wednesday, February 4, 2015

Day 6:Momoko Abe

Momoko Abe,
Aku tau kamu ngga bakal ngerti tulisan ini, karena kamu ngga bisa bahasa Indonesia. Ya tapi mau gimana lagi, kalau suratnya pakai bahasa Korea, kasian tukang posku, bingung liat tulisan bulat- bulat kaya donat.

Momoko-ssi*,
2 taun lalu, pertama kita ketemu. Awalnya, aku ngga tau siapa kamu. Aku cuma dengar nama kamu, dari cerita- cerita teman sekamarku. Kelihatannya, kamu favoritnya.
Aku sampai penasaran, memangnya kamu orangnya gimana sih? Teman sekamarku sampai menggebu- gebu gitu.

2 mingguan, aku dipindahkan ke kelasmu. Kita sekelas!
Tinggi kita sama, matamu sipit layaknya orang Jepang kebanyakan. Kamu kalem, tak banyak bicara. Pembawaanmu tenang. Lama- lama, aku juga jadi digolongkan fans nya Momoko oleh teman sekamarku.

Ingat ngga, kita, sekumpulan orang asing di Korea, nekat keliling- keliling padahal kemampuan bahasa setempat minus. Tapi, kita berhasil nyaris keliling pulau Jeju dalam setahun.

Aku juga masih ingat kalau kamu makannya banyak, tapi cara makanmu benar- benar anggun, Momoko-ssi. Pelan tapi pasti. Kamu kunyah pelan- pelan, dengan tenang khas Momoko-ssi, tapi makanan dua mangkok bisa habis.

Kalau pergi ke kota berdua dengan kamu, Momoko-ssi, sepanjang jalan di dalam bis, kita cuma duduk dalam diam. Masing- masing kita tenang melihat- lihat ke luar jendela, sibuk dengan isi kepala masing- masing.

Kita ngga banyak bicara, tapi saling mengerti. Aku yang ngga suka bicara ini, serasa nemu harta karun. Pergi sama kamu itu asik, Momoko-ssi. Ngga ribet, ngga banyak protes, ngga banyak omong yang ga perlu.

Kamu, one of a kind. Temanku dulu atau sekarang, belum ada yang seperti Momoko lagi.
Momoko-ssi, seingatku dari pembicaraan terakhir kita, kamu akan lulus kuliah taun ini. Semangat ya.

Momoko-ssi, biarpun sekarang kita jauh, aku akan mengingatkan diriku untuk tanyakan kabarmu. Nanti, jumpa lagi ya, di Seoul atau Tokyo. Sekali, ayo pergi bersama lagi, lalu kita duduk diam sepanjang perjalanan.

Salam,
Teman makan malammu dulu


*-ssi: partikel yang ditambahkan pada nama orang dalam bahasa Korea, semi- formal.


Tuesday, February 3, 2015

Day 5: Mari, Singgah!

Buat orang- orang yang pernah singgah di hidupku.

Hei, kalian,
Diantara kita, ada yang masih saling jumpa dan berkabar, ada yang belakangan ngga pernah jumpa lagi, ada yang tahunan, bahkan ada yang ngga pernah bicara sama sekali. Hidup kita cuma bersenggolan garisnya.

Gimana pun, kalian semua punya peran masing- masing di jalan hidupku.
Ada yang hadir sebagai teman, ada yang hadir sebagai pelajaran.
Ada yang jadi hiburan, ada yang cuma jadi figuran. Peramai suasana, yang bahkan aku tau kalian ada,tapi ngga pernah berinteraksi.

Kalian semua, terima kasih sudah hadir ya. Kapan- kapan, mari singgah lagi.

Dari,
Ireane

Monday, February 2, 2015

Day 4: Sayangku Sebelum Dia

Hei, kamu, sayangku yang dulu, apakabar?
Aku lihat kamu di layar lebar, mencium sembarang gadis yang tak berapa kamu kenal.

Kamu, sayangku sebelum dia,
Kelihatannya memang lah kita ini tak diciptakan untuk berjumpa. Mungkin aku yang terlampau banyak maunya. Aku tak sudi beramai- ramai dengan yang lain untuk berjumpa denganmu. Aku ingin untuk diriku saja.

Kamu, sayangku sebelum aku memutuskan jatuh cinta padanya,
Pergi lah kamu mencari cinta, jangan menunggu lama. Aku tau, wajah mu tetap akan rupawan saat umurmu menginjak 40an.

Sekarang aku sudah rela, pergilah cari seorang gadis, cintai dia.
Cintamu nanti mungkin naik turun, sedih dan bahagia, itu normal.

Kamu, sayangku yang kedua. Aku sudah punya dia, yang pertama.
Jauh- jauh aku ke rumahmu, tetap saja kamu pelit waktu. Bersyukurlah, aku suka tanah airmu, kalau tidak ku cari kamu lalu ku jitak.

Sayangku yang kedua, aku sudah punya dia. Menggeser cinta ingusan salah tempatku padamu dulu.
Sayangku sebelum dia, kamu tak tau kalau aku ada.

Sunday, February 1, 2015

Day 3: Kutulis Untuk Melegakan Hati

Sayang, ini kutulis pagi-pagi. Setelah pembicaraan kita sebelum tidur tadi malam. Isinya berputar- putar di kepalaku. Membuat aku tak bisa memejam lagi setelah subuh. Padahal, ini hari Minggu.

Pembicaraan, yang kau bilang kita sedang bercerita. Yang kubilang, kita sedang melepas argumen. Perdebatan tanpa urat, emosi. Hanya kata- kata dalam nada tenang. Memang kau benar, seolah sedang bercerita.

Jadi, sayang, kutulis ini pagi- pagi, untuk melegakan hatiku.
Maafkan, kalau belakangan aku sering menuntutmu. Kau membantu aku menyadari sikapku yang itu.

Maafkan, kalau kau merasa dikejar- kejar olehku, padahal aku tak kuat berlari.
Maafkan, kalau kau merasa aku menerormu. Padahal, aku bukan teroris. Niatku tak begitu.

Yang aku lakukan, kadang- kadang diluar kendaliku. Ini bukan pembelaan. Aku jujur.

Hati dan kepalaku belakangan fokusnya pada hal itu. Diluar kendali, bibirku jadi menyuarakannya. Tersirat maupun tersurat.
Jadi, kutulis ini untuk melegakan hati. Mungkin cerita kita sebelum tidur tadi malam, tak ku lengkapi. Tapi, maaf. Aku benar- benar salah. Jadi, maaf.

Jangan sampai kau lari. Jangan merasa ku kejar, jangan begitu.
Biar aku yang menunggu, biar aku yang kunci isi kepalaku, biar aku yang tahan ingin- inginku.

Kau berjalanlah sepelan yang kau mau. Aku akan memelankan langkahku.

Sayang, entah ini akan kau sebut surat.
Tapi, akan ku mulai seperti surat.

Apakabar mu di hari Minggu?

Dari: aku