Tuesday, July 15, 2014

Nonsense

Ia terjatuh ke dalam lubang. Kadang lubangnya dalam, kadang tidak.
Kadang gelap, kadang bermandikan matahari.
Ia pura- pura tak apa- apa di dalam lubang. Ekspresi yang mampu ia tampilkan hanya wajah lelah, dengan sedikit kata- kata saja. Agar suaranya yang bergetar karena sedih tak kedengaran.
Jadi, mereka hanya lalu lalang di dekatnya. Tangga untuk keluar belum juga kelihatan.

Mereka, hanya menemaninya. Bukannya mereka mengabaikan. Mungkin mereka merasakan, ada kesedihan karena gelapnya lubang. Tapi mereka tak tahu seberapa dalam lubang itu kadang- kadang.
Ia rapat menyimpan semua sendirian.

Ada yang ingin menolong. Dia datang sesering dia bisa. Baginya semua gampang, tak ada yang sulit. Memanjat keluar bukan hal sulit. Gampang saja.

Buatnya, itu tak bisa diterima. Memanjat keluar itu sulit. Tak segampang itu.
Lalu?
Ia tetap duduk dalam gelapnya lubang. Matahari sedikit pelit belakangan. Airmata kesepian dan frustasi datang terlalu sering.

Dia masih menunggui di pinggiran lubang. Tapi, lama- lama ia lelah. Yang ditungguinya tak ingin ditolong, menurutnya.
"Lalu maumu bagaimana? Aku capek."

"Aku hanya merasa kosong dan hampa."
Menangis pun sudah tak ingin lagi. Ia lelah. Tapi tak bisa menjelaskan, apa yang ia rasakan, pada dia yang menunggu.

Ia menengadah. Pada wajah lelah yang menungguinya, tempatnya membuka diri.
Dia merasa ia yang tak ingin ditolong. Ia hanya tak tahu harus bagaimana.

Ia takut, dia yang menungguinya, lelah lalu berhenti. Apa sebaiknya, ia berpura- pura berada dipermukaan, telah keluar dari lubang, agar dia tak berhenti?
Biarlah dalam dan gelapnya tempat ia sebenarnya berada, hanya ia sendiri yang tau rasa hampa dan kosongnya.

No comments:

Post a Comment