Wednesday, April 22, 2015

Donita dan lamaran

"Don!"
"Yes?"
"Tadi ada yang nanyain kamu udah ada yang punya belum."
"Terus?"
"Aku bilang aja, kalau serius, langsung datang kerumah kamu, ngelamar." Dina lalu ketawa cekikikan.
Aku cuma kasih satu cengiran aja sebagai tanggapan.
"Emang kamu belum pengen nikah, Don?"
"Ah, nanti ajalah. Mau jalan- jalan dulu."


"Don. Tadi temen mama dateng loh."
"Yang mana?" Tak terlalu fokus karena menanti lampu lalu lintas berubah jadi hijau. Angka pada papan LED nya terus berkurang.
 15
 14

"Yang dari ruangan sebelah. Katanya, kamu sudah ada yang lamar belum."

11
10

"Mama bilang aja, kalau serius, lamar langsung kerumah."

Here we go again.
Topik paling malesin sejak ulang tahunku berlalu.

Aku nyengir aja. Jurus andalan saat malas menanggapi sesuatu.

2
1

Coba datang padaku dengan cerita soal ingin melamar 5 tahun yang lalu. Waktu hidupku sedang datar sedatar jalanan aspal di siang bolong, nyaris ada fatamorgana. Aku pasti akan nyambut dengan riang gembira.
Sekarang? Aku sedang ingin yang datar aja. Drama rasanya sudah kelewat banyak sampai bisa jadi  naskah sinetron Indonesia 7 season.

***
 "Gas, kalau belum siap, kamu bilang. Ngomong. Jadi aku ga berharap terus."
Bagas diam. Lalu dia tersenyum enteng.

Ah, percakapan soal lamar melamar bikin muak juga lama-lama.

"Ini terakhir aku ngomong gini ya, Gas."
"Iya, aku tau maunya kamu."

Aku menghela napas. Rasanya ada yang bolong di dalam sini.
Fine. Kampret.

"Tau kok, kalau aku terus- terusan nanyain, kamu nya bakal muak. Mungkin juga sekarang udah muak."

Bagas cuma senyum.

"Nanti kamu capek," katanya.
"Memang. Udahlah, ga bahas lagi." Aku mengaduk minuman ku terlalu kencang.

Sial, jangan nangis, bodoh.
Aku bukan orang menyedihkan yang buru-buru nikah karena merasa usia sudah ngejar-ngejar. Tapi karena i've met someone i want to spend the rest of my life with.

Mungkin harusnya aku nggak punya perasaan kaya gini.


No comments:

Post a Comment